Senin, 18 November 2013

AAA
I THINK IT'S TRUE. cHeCk It OuT


Satu bola diperebutkan oleh dua puluh dua orang.  Pasti menjadi sebuah tontonan yang membosankan.  Tapi anehnya,  hampir tiap hari ada pertandingan sepak bola.  Dan lebih aneh lagi, yang menonton di lapangan membludak, yang nonton di televisi berani begadang hingga larut malam.  
Dan lebih, lebih, lebih, lebih aneh lagi, sudah berlangsung puluhan tahun.

Sepak bola tentunya bukan sekadar berlari-lari mengejar dan mengoper bola di lapangan yang tak lebih dari seratus meter lebarnya itu.  Pasti ada sesuatu yang membuat olahraga ini tak pernah membosankan para penikmatnya.  Apa?


Kreativitas.
Kreativitas pemain bola akan terus bertumbuh dan berkembang.  Ada seniman-seniman sepakbola yang membuat sepakbola menjadi indah ditonton dan dinikmati sambil minum kopi hingga pagi.  Karena, tanpa itu semua, sepakbola pasti sudah ditinggal siapa pun yang tak ingin melihat orang lari-lari ke sana ke mari.
Kalau bola yang hanya ada di lapangan sesempit itu dan dalam waktu yang sependek itu bisa melahirkan kreativiats yang begitu tinggi, apalagi dalam sebuah dunia kepenulisan.  Jangan sampai menganggap semua hal sudah ditulis dan tak ada lagi yang lainnya.  Pemain bola adalah contoh konkretnya.  Mereka mampu mengembangkan semangat penonton untuk terus memincingkan mata mencermati setiap gerakan pesepakbola.
Menulis jelas lebih dari sekadar sepak bola.  Menulis memiliki lapangan yang sangat dan sangat luas.  Yang diperlukan adalah kreativitas dalam mengolah kata-kata.  Beribu hingga berjuta kata dapat dicipta hanya dengan huruf yang tak seberapa.  Apalagi jika disertakan emosi juga.  Akan berjibun tulisan hanya dari stau tema belaka.


Menulis itu seperti pemain bola.  Yang harus mampu mengolah bola kata-kata dengan imajinasi yang tinggi.  Tulisan atau bola yang sama akan berbeda makna jika dimainkan oleh dua orang yang berbeda (misalnya Maradona dengan Ronaldo) atau (antara Putu Wjaya dan Umar Khayam).
Tapi jangan bersurut langkah.  Karena Maradona lahir juga belum bisa main bola.  Dia bisa main bola karena tiap hari menggiring si kulit bundar di lapangan.  Putu Wijaya juga setiap saat menjungkir balik kata-kata tanpa rasa lelah.


Karena penulis memang tak pernah dilahirkan di rumah bersalin.  Penulis justru lahir di Kompasiana.  Siapa terus berlatih, dialah yang akan menjadi pemiliki kata-kata itu.  Kata dan jiwa sudah menyatu dalm dirinya.  Setiap kata adalah anak-anak yang dirawatnya.
Jangan berhenti berlatih.  Seperti sepakbola.  Karena, tanpa latihan dengan keras terus berharap memiliki keahlian.
Terus mengapa sepakbola selalu menarik ditonton?  Karena sepakbola juga seperti menulis yang juga hasil kerja keras dibarengi kreativiatas. ITU PENDAPAT SAYA YA OM, TANTE, MBAK, MAS, BUK, DAN HADIRIN SEMUA NYA...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar